Sabtu, 21 Juli 2012

Teori Big Bang Alkitabiah ?



TEORI LEDAKAN BESAR BIG BANG

(Terjadinya alam semesta)

Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar (bahasa Inggris: Big Bang) merupakan sebuah peristiwa yang menyebabkan pembentukan alam semesta, berdasarkan kajian kosmologi tentang bentuk awal dan perkembangan alam semesta (dikenal juga dengan Teori Dentuman Besar atau Model Dentuman Besar). Berdasarkan pemodelan dentuman besar ini, alam semesta, awalnya dalam keadaan sangat panas dan padat yang mengembang pesat, secara terus menerus hingga hari ini. Berdasarkan pengukuran terbaik tahun 2009, keadaan awal alam semesta bermula sekitar 13,7 miliar tahun lalu, yang kemudian selalu menjadi rujukan sebagai waktu terjadinya Big Bang tersebut. Teori ini telah memberikan penjelasan paling komprehensif dan akurat yang didukung oleh metode ilmiah beserta pengamatan.

Adalah Georges Lemaître, seorang biarawan Katolik Romawi Belgia, yang mengajukan teori dentuman besar mengenai asal usul alam semesta, walaupun ia menyebutnya sebagai "hipotesis atom purba". Kerangka model teori ini bergantung pada relativitas umum Albert Einstein dan beberapa asumsi-asumsi sederhana, seperti homogenitas dan isotropi ruang. Persamaan yang mendeksripsikan teori dentuman besar dirumuskan oleh Alexander Friedmann. Setelah Edwin Hubble pada tahun 1929 menemukan bahwa jarak bumi dengan galaksi yang sangat jauh umumnya berbanding lurus dengan geseran merahnya, sebagaimana yang disugesti oleh Lemaître pada tahun 1927, pengamatan ini dianggap mengindikasikan bahwa semua galaksi dan gugus bintang yang sangat jauh memiliki kecepatan tampak yang secara langsung menjauhi titik pandang kita: semakin jauh, semakin cepat kecepatan tampaknya.

Jika jarak antar gugus-gugus galaksi terus meningkat seperti yang terpantau sekarang, semuanya haruslah pernah berdekatan di masa lalu. Gagasan ini secara rinci mengarahkan pada suatu keadaan massa jenis dan suhu yang sebelumnya sangat ekstrim, dan berbagai pemercepat partikel raksasa telah dibangun untuk percobaan dan menguji kondisi tersebut, yang menjadikan teori tersebut dapat konfirmasi dengan signifikan, walaupun pemercepat-pemercepat ini memiliki kemampuan yang terbatas untuk menyelidiki fisika partikel. Tanpa adanya bukti apapun yang berhubungan dengan pengembangan awal yang cepat, teori ledakan dahsyat tidak dan tidak dapat memberikan beberapa penjelasan seperti kondisi awal, melainkan mendeskripsikan dan menjelaskan perubahan umum alam semesta sejak pengembangan awal tersebut. Kelimpahan unsur-unsur ringan yang terpantau di seluruh kosmos sesuai dengan prediksi kalkulasi pembentukan unsur-unsur ringan melalui proses nuklir di dalam kondisi alam semesta yang mengembang dan mendingin pada awal beberapa menit kemunculan alam semesta sebagaimana yang diuraikan secara terperinci dan logis oleh nukleosintesis ledakan dahsyat.

Fred Hoyle mencetuskan istilah Big Bang pada sebuah siaran radio tahun 1949. Dilaporkan secara luas bahwa, Hoyle yang mendukung model kosmologis alternatif "keadaan tetap" bermaksud menggunakan istilah ini secara peyoratif, namun Hoyle secara eksplisit membantah hal ini dan mengatakan bahwa istilah ini hanyalah digunakan untuk menekankan perbedaan antara dua model kosmologis ini. Hoyle kemudian memberikan sumbangsih yang besar dalam usaha para fisikawan untuk memahami nukleosintesis bintang yang merupakan lintasan pembentukan unsur-unsur berat dari unsur-unsur ringan secara reaksi nuklir. Setelah penemuan radiasi latar mikrogelombang kosmis pada tahun 1964, kebanyakan ilmuwan mulai menerima bahwa beberapa skenario teori dentuman besar haruslah pernah terjadi.

Sejarah dan Perkembangan Teori

Teori dentuman besar dikembangkan berdasarkan pengamatan pada stuktur alam semesta beserta pertimbangan teoritisnya. Pada tahun 1912, Vesto Slipher yang pertama mengukur Efek Doppler pada "nebula spiral" (nebula spiral merupakan istilah lama untuk galaksi spiral), dan kemudian diketahui bahwa hampir semua nebula-nebula itu menjauhi bumi. Ia tidak berpikir lebih jauh lagi mengenai implikasi fakta ini, dan sebenarnya pada saat itu, terdapat kontroversi apakah nebula-nebula ini adalah "pulau semesta" yang berada di luar galaksi Bima Sakti. Sepuluh tahun kemudian, Alexander Friedmann, seorang kosmologis dan matematikawan rusia, menurunkan persamaan Friedmann dari persamaan relativitas umum Albert Einstein. Persamaan ini menunjukkan bahwa alam semesta mungkin mengembang dan berlawanan dengan model alam semesta yang statis seperti yang diadvokasikan oleh Einstein pada saat itu. Pada tahun 1924, pengukuran Edwin Hubble akan jarak nebula spiral terdekat menunjukkan bahwa ia sebenarnya merupakan galaksi lain. Georges Lemaître kemudian secara independen menurunkan persamaan Friedmann pada tahun 1927 dan mengajukan bahwa resesi nebula yang disiratkan oleh persamaan tersebut diakibatkan oleh alam semesta yang mengembang.

Pada tahun 1931 Lemaître lebih jauh lagi mengajukan bahwa pengembangan alam semesta seiring dengan berjalannya waktu memerlukan syarat bahwa alam semesta mengerut seiring berbaliknya waktu sampai pada suatu titik di mana seluruh massa alam semesta berpusat pada satu titik, yaitu "atom purba" di mana waktu dan ruang bermula.

Mulai dari tahun 1924, Hubble mengembangkan sederet indikator jarak yang merupakan cikal bakal tangga jarak kosmis menggunakan teleskop Hooker 100-inci (2.500 mm) di Observatorium Mount Wilson. Hal ini memungkinkannya memperkirakan jarak antara galaksi-galaksi yang pergeseran merahnya telah diukur, kebanyakan oleh Slipher. Pada tahun 1929, Hubble menemukan korealsi antara jarak dan kecepatan resesi, yang sekarang dikenal sebagai hukum Hubble. Lemaître telah menunjukan bahwa ini yang diharapkan, mengingat prinsip kosmologi.

Semasa tahun 1930-an, gagasan-gagasan lain diajukan sebagai kosmologi non-standar untuk menjelaskan pengamatan Hubble, termasuk pula model Milne, alam semesta berayun (awalnya diajukan oleh Friedmann, namun diadvokasikan oleh Albert Einstein dan Richard Tolman) dan hipotesis cahaya lelah (tired light) Fritz Zwicky.

Setelah Perang Dunia II, terdapat dua model kosmologis yang memungkinkan. Satunya adalah model keadaan tetap Fred Hoyle, yang mengajukan bahwa materi-materi baru tercipta ketika alam semesta tampak mengembang. Dalam model ini, alam semesta hampirlah sama di titik waktu manapun. Model lainnya adalah teori dentuman besar Lemaître, yang diadvokasikan dan dikembangkan oleh George Gamow, yang kemudian memperkenalkan nukleosintesis dentuman besar (Big Bang Nucleosynthesis, BBN) dan yang kaitkan oleh Ralph Alpher dan Robert Herman, sebagai radiasi latar panjang gelombang kosmis (cosmic microwave background radiation, CMB). Ironisnya, justru Hoyle yang mencetuskan istilah big bang untuk merujuk pada teori Lemaître dalam suatu siaran radio BBC pada bulan Maret 1949. Untuk sementara, dukungan para ilmuwan terbagi kepada dua teori ini. Pada akhirnya, bukti-bukti pengamatan memfavoritkan teori dentuman besar. Penemuan dan konfirmasi radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis pada tahun 1964 mengukuhkan dentuman besar sebagai teori yang terbaik dalam menjelaskan asal usul dan evolusi kosmos. Kebanyakan karya kosmologi zaman sekarang berkutat pada pemahaman bagaimana galaksi terbentuk dalam konteks dentuman besar, pemahaman mengenai keadaan alam semesta pada waktu-waktu terawalnya, dan merekonsiliasi pengamatan kosmis dengan teori dasar.

Berbagai kemajuan besar dalam kosmologi dentuman besar telah dibuat sejak akhir tahun 1990-an, utamanya disebabkan oleh kemajuan besar dalam teknologi teleskop dan analisa data yang berasal dari satelit-satelit seperti COBE, Teleskop luar angkasa Hubble dan WMAP.

Tinjauan
Garis waktu dentuman besar

Ekstrapolasi pengembangan alam semesta seiring mundurnya waktu menggunakan relativitas umum menghasilkan kondisi masa jenis dan suhu alam semesta yang tak terhingga pada suatu waktu di masa lalu. Singularitas ini mensinyalkan runtuhnya keberlakuan relativitas umum pada kondisi tersebut. Sedekat mana kita dapat berekstrapolasi menuju singularitas diperdebatkan, namun tidaklah lebih awal daripada masa Planck. Fase awal yang panas dan padat itu sendiri dirujuk sebagai "The Big Bang", dan dianggap sebagai "kelahiran" alam semesta kita. Didasarkan pada pengukuran pengembangan menggunakan Supernova Tipe Ia, pengukuran fluktuasi temperatur pada latar gelombang mikro kosmis, dan pengukuran fungsi korelasi galaksi, alam semesta memiliki usia 13,73 ± 0.12 miliar tahun. Kecocokan hasil ketiga pengukuran independen ini dengan kuat mendukung model ΛCDM yang mendeskripsikan secara mendetail kandungan alam semesta.

Fase terawal dentuman besar penuh dengan spekulasi. Model yang paling umumnya digunakan mengatakan bahwa alam semesta terisi secara homogen dan isotropis dengan rapatan energi yang sangat tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat besar, dan dengan cepat mengembang dan mendingin. Kira-kira 10−37 detik setelah pengembangan, transisi fase menyebabkan inflasi kosmis, yang sewaktu itu alam semesta mengembang secara eksponensial. Setelah inflasi berhenti, alam semesta terdiri dari plasma kuark-gluon beserta partikel-partikel elementer lainnya. Temperatur pada saat itu sangat tinggi sehingganya kecepatan gerak partikel mencapai kecepatan relativitas, dan produksi pasangan segala jenis partikel terus menerus diciptakan dan dihancurkan. Sampai dengan suatu waktu, reaksi yang tak diketahui yang disebut bariogenesis melanggar kekekalan jumlah barion dan menyebabkan jumlah kuark dan lepton lebih banyak daripada antikuark dan antilepton sebesar satu per 30 juta. Ini menyebabkan dominasi materi melebihi antimateri pada alam semesta.

Ukuran alam semesta terus membesar dan temperatur alam semesta terus menurun, sehingga energi tiap-tiap partikel terus menurun. Transisi fase perusakan simetri membuat gaya-gaya dasar fisika dan parameter-parameter partikel elementer berada dalam kondisi yang sama seperti sekarang. Setelah kira-kira 10−11 detik, gambaran dentuman besar menjadi lebih jelas oleh karena energi partikel telah menurun mencapai energi yang bisa dicapai oleh eksperimen fisika partikel. Pada sekitar 10−6 detik, kuark dan gluon bergabung membentuk barion seperti proton dan neutron. Kuark yang sedikit lebih banyak daripada antikuark membuat barion sedikit lebih banyak daripada antibarion. Temperatur pada saat ini tidak lagi cukup tinggi untuk menghasilkan pasangan proton-antiproton, sehingga yang selanjutnya terjadi adalah pemusnahan massal, menyisakan hanya satu dari 1010 proton dan neutron terdahulu. Setelah pemusnahan ini, proton, neutron, dan elektron yang tersisa tidak lagi bergerak secara relativistik dan rapatan energi alam semesta didominasi oleh foton (dengan sebagian kecil berasal dari neutrino).

Beberapa menit semasa pengembangan, ketika temperatur sekitar satu miliar kelvin dan rapatan alam semesta sama dengan rapatan udara, neutron bergabung dengan proton dan membentuk inti atom deuterium dan helium dalam suatu proses yang dikenal sebagai nukleosintesis dentuman besar. Kebanyakan proton masih tidak terikat sebagai inti hidrogen. Seiring dengan mendinginnya alam semesta, rapatan energi massa rihat materi secara gravitasional mendominasi. Setelah 379.000 tahun, elektron dan inti atom bergabung menjadi atom (kebanyakan berupa hidrogen) dan radiasi materi mulai berhenti. Sisa-sisa radiasi ini yang terus bergerak melewati ruang semesta dikenal sebagai radiasi latar gelombang mikro kosmis.
Medan Ultra Dalam Hubble memperlihatkan galaksi-galaksi dari zaman dahulu ketika alam semesta masih muda, lebih padat, dan lebih hangat menurut teori dentuman besar.

Selama periode yang sangat panjang, daerah-daerah alam semesta yang sedikit lebih rapat mulai menarik materi-materi sekitarnya secara gravitasional, membentuk awan gas, bintang, galaksi, dan objek-objek astronomi lainnya yang terpantau sekarang. Detail proses ini bergantung pada banyaknya dan jenis materi alam semesta. Terdapat tiga jenis materi yang memungkinkan, yakni materi gelap dingin, materi gelap panas, dan materi barionik. Pengukuran terbaik yang didapatkan dari WMAP menunjukkan bahwa bentuk materi yang dominan dalam alam semesta ini adalah materi gelap dingin. Dua jenis materi lainnya hanya menduduki kurang dari 18% materi alam semesta.

Bukti-bukti independen yang berasal dari supernova tipe Ia dan radiasi latar belakang mikrogelombang kosmis menyiratkan bahwa alam semesta sekarang didominasi oleh sejenis bentuk energi misterius yang disebut sebagai energi gelap, yang tampaknya menembus semua ruang. Pengamatan ini mensugestikan bahwa 72% total rapatan energi alam semesta sekarang berbentuk energi gelap. Ketika alam semesta masih sangat muda, kemungkinan besar ia telah disusupi oleh energi gelap, namun dalam ruang yang sempit dan saling berdekatan. Pada saat itu, gravitasi mendominasi dan secara perlahan memperlambat pengembangan alam semesta. Namun, pada akhirnya, setelah beberapa miliar tahun pengembangan, energi gelap yang semakin berlimpah menyebabkan pengembangan alam semesta mulai secara perlahan semakin cepat.

Segala evolusi kosmis yang terjadi setelah periode inflasioner ini dapat secara ketat dideskripsikan dan dimodelkan oleh model ΛCDM model, yang menggunakan kerangka mekanika kuantum dan relativitas umum Einstein yang independen. Sebagaimana yang telah disebutkan, tiada model yang dapat menjelaskan kejadian sebelum 10−15 detik setelah kejadian dentuman besar. Teori kuantum gravitasi diperlukan untuk mengatasi batasan ini.

Asumsi asumsi dasar

Teori dentuman besar bergantung kepada dua asumsi utama: hukum fisika dan prinsip kosmologi. Prinsip kosmologi menyatakan bahwa pada skala yang luas alam semesta adalah homogen dan isotropik.
[sunting] Dentuman Besar dan Alam Semesta yang Mengembang

Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan pengamatan dan melihat Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari pengembangan di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar.

Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nyaris nol, dan berada pada kerapatan dan panas tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang kritis, yang tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin.

Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan terjadi setidaknya untuk beberapa miliar tahun lagi.

Kesalahan Anggapan  Umum

Orang sering kali salah mengartikan dentuman besar sebagai suatu ledakan yang menghamburkan materi ke ruang hampa. Padahal dentuman besar bukanlah suatu ledakan, bukan penghamburan materi ke ruang kosong, melainkan suatu proses pengembangan alam semesta itu sendiri. Dentuman besar adalah proses pengembangan ruang-waktu. Bahkan istilah 'ledakan besar' sendiri merupakan istilah salah kaprah.

Sumber: wikipedia.org





Teori Big Bang  (Bob Foster)

pada akhir 1950an para pembela teori keadaan telah mulai agak mundur ketika para ahli astronomi memprediksi sumber gelombang radio jauh yang berasal dari quasar yang jaraknya sangat jauh. ini merupakan bukti adanya dentuman besar (big bang).

tahapan terjadinya dentuman besar :
1. segera setelah terjadi dentuman besar, alam semesta mengembang dengan cepat hingga menjadi kira-kira 2000 kali matahari.
2. sebelum berusia satu detik, semua partikel hadir dalam keseimbangan. satu detik setelah dentuman, alam semesta membentuk partikel-partikel dasar yaitu elektron, proton, neutron dan neutrino pada suhu 10 milyar kelvin.
3. kira-kira 500 ribu tahun telah terjadi ledakan, lambat laun alam semesta menjadi dingin hingga mencapai suhu 3000 K. partikel-partikel dasar membentuk benih kehidupan alam semesta.
4. gas hidrogen dan helium membentuk kelompok-kelompok gas rapat yang tak teratur. dalam kelompok-kelompok tersebut mulai terbentuk protogalaksi.
5. antara satu dan dua miliar tahun setelah terjadinya dentuman besar, protogalaksi melahirkan bintang-bintang yang lambat laun berkembang menjadi raksasa merah dan supernova yang merupakan bahan baku kelahiran bintang-bintang baru dalam galaksi.
6. satu diantara miliaran galaksi yang terbentuk adalah galaksi bimasakti yang didalamnya adalah tata surya kita dengan matahari sebagai bintang yang terdekat dengan bumi.

Sumber : Bob Foster, Buku Fisika SMU Kelas 2, Penerbit Erlangga


Pembelaan Atas Teori Penciptaan

Oleh Muriwali Yanto Matalu

Dalam Suara Reformasi edisi ke 4, saya menyatakan bahwa proposisi "Allah yang Mahakuasa dan tidak terbatas menciptakan alam semesta ini," merupakan proposisi yang sederhana namun sangat kuat dan logis. Tulisan ini akan memberikan argumen atas proposisi tersebut.
Karena hukum logika yaitu hukum non kontradiksi akan banyak saya gunakan dalam argumen-argumen saya, maka ada baiknya saya menjelaskan lebih dahulu isi dan penerapan hukum ini.

Hukum Non Kontradiksi
Pernyataan hukum ini adalah, jika sesuatu adalah A, maka tidak mungkin menjadi B pada saat yang sama, dalam relasi yang sama dan dalam pengertian yang sama. Contoh, Seekor babi di kandang tidak mungkin adalah sekaligus seekor tikus pada saat yang sama, dalam relasi yang sama dan dalam pengertian yang sama.
Contoh lain adalah, jika saya mengatakan, "Saat ini saya tak dapat mengucapkan satu patah kata pun." Pernyataan ini jelas berkontradiksi, karena saya menggunakan kata-kata untuk menyatakan bahwa saya tak bisa mengucapkan satu kata pun. Artinya, pada saat yang sama saya tak bisa mengucapkan satu kata pun (terlihat dari isi kata-kata saya) dan sekaligus sedang mengucapkan kata-kata untuk menjelaskan ketidakbisaan saya mengucapkan satu patah kata pun. Saudara sudah melihat kontradiksinya?
Di samping hukum ini bisa dinyatakan dengan pernyataan "Jika sesuatu adalah A, maka tidak mungkin adalah B, pada waktu, pengertian dan relasi yang sama, maka hukum ini juga bisa dinyatakan dengan pernyataan either/or (salah satu dari keduanya). Maksud pernyataan ini adalah bahwa di antara dua hal yang bertentangan, hanya salah satu yang benar, atau bisa jadi kedua-duanya salah. Tidak mungkin kedua-duanya sama-sama benar. Contoh, jika isteri saya mengatakan bahwa saat ini dia sudah berumur 24 tahun pada Irma, lalu kemudian dia berkata pada Wati bahwa dia berumur 22 tahun, bisakah kedua-duanya sama-sama benar? Tentu tidak, hanya salah satu yang benar.
Mungkin kita bertanya, bagaimana jika seandainya isteri saya berbohong pada Irma maupun pada Wati, sehingga baik umur 24 atau 22 adalah salah? Bukankah hukum either/or tidak nampak di sini? Jangan kuatir, hukum ini tak pernah menghilang dari penalaran yang logis. Jika umur 24 maupun 22 tahun adalah salah, tentu ada yang benar. Katakanlah, umur sesungguhnya isteri saya adalah 25 tahun. Jadi kesimpulannya adalah, keduanya yakni 24 dan 22 adalah salah dan yang benar adalah 25. Artinya, 24 dan 22 adalah golongan yang salah, dan 25 adalah golongan yang benar. Jadi, salah satu di antara kedua golongan ini adalah umur yang benar dan bukan kedua-duanya benar. Agaknya cara berpikir either/or muncul juga kan?
Suatu saat seorang rekan saya pernah berkata bahwa kita tidak boleh mengurung kebenaran dalam cara berpikir either/or, tetapi kita bisa saja menggunakan cara penalaran neither/nor (bukan kedua-duanya). Lalu, dia mengambil satu kisah Alkitab tentang orang buta sejak lahir yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus. Dalam kisah itu murid-murid bertanya, apakah dosa orang ini sendiri atau dosa orang tuanya sehingga orang ini dilahirkan buta? Tuhan Yesus menjawab bukan kedua-duanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan, Yoh. 9:2-3.
Lalu, saya mengatakan bahwa hukum either/or tetap muncul di sini. Argumen saya adalah, Yesus mengatakan bahwa bukan dosa orang buta itu sendiri maupun dosa orang tuanya tetapi karena kehendak Allah maka ia buta. Hal ini sama saja dengan mengatakan bahwa alasan "dosa orang buta itu sendiri" dan "dosa orang tuanya" yang menjadikan dia buta adalah alasan yang salah dan alasan yang benar adalah bahwa " kehendak Allah yang harus dinyatakan." Jadi, bukankah pada akhirnya di sini hanya muncul dua golongan yakni alasan yang salah dan alasan yang benar? Either/or lagi-lagi muncul juga kan?
Kalau kita perhatikan dengan seksama, neither...nor selalu diikuti oleh kata but. Sebagai contoh saya mengutip perkataan Yesus dalam Yoh. 9:3. Jesus answered, "neither this man nor his parents sinned, but that the works of God should be reaveled in him - NKJV (LAI. Jawab Yesus, "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia"). Ternyata neither...nor...but..., memunculkan cara berpikir either/or.
Saudara, kalau boleh saya memberi nasihat, jangan pernah mengenyampingkan atau menyepelekan hukum ini, kalau saudara tidak mau ditelanjangi olehnya. Hukum ini sudah ditaruh oleh Tuhan dalam logika kita. Hukum kebenaran adalah either/or dan tidak bisa diganti dengan neither/nor maupun both/and (mengenai cara berpikir both/and, saya akan bahas lain kali).
Jika ingin mempelajari lebih jauh penerapan hukum ini, baca Ravi Zacharias, Can Man Live Without God, Interaksara, hal. 184-189. Baca juga Ronald Nash, Konflik Wawasan Dunia, Momentum, hal. 76-79, 99-125. Boleh juga baca R.C. Sproul, Mengapa Percaya?, SAAT, hal. 106.

Alam Semesta bersifat Kekal?
Beberapa pemikir Yunani mengatakan bahwa Alam semesta ini dipancarkan keluar oleh Allah, sehingga dengan demikian alam semesta ini adalah bagian dari Allah atau semacam perpanjangan tubuh Allah. Oleh karenanya, alam semesta ini bersifat kekal. Teori ini biasa disebut sebagai teori emanasi. Teori ini mirip dengan pandangan panteisme yang mengatakan bahwa alam semesta ini adalah allah.
Paham emanasi akan gugur dengan sendirinya jika diperhadapkan pada fakta bahwa ternyata dunia ini bersifat temporal (sementara).
Apakah alam semesta bersifat kekal? Fakta yang dinyatakan alam semesta kepada kita sangat berlawanan. Alam semesta ini menyatakan dirinya sebagai alam semesta yang bersifat sementara, mengalami perubahan dan perkembangan serta tunduk kepada hukum sebab akibat yang merupakan hal-hal niscaya yang berlaku dalam dunia ini, (walaupun filsuf David Hume menyangkal hukum kausalitas atau sebab akibat, namun penyangkalannya perlu ditertawakan). Alam semesta bersifat kekal? Jawabnya, tidak!

Big Bang
Teori big bang timbul berdasarkan pengamatan bahwa beberapa bintang-bintang tertentu memiliki kecenderungan untuk semakin menjauh dari bumi. Melalui pengamatan ini disimpulkan bahwa alam semesta ini mengalami penggelembungan, dalam arti bahwa alam semesta ini semakin membesar.
Tahun 1922, ahli fisika Rusia, Alexandra Friedman, menghasilkan perhitungan yang menunjukkan bahwa struktur alam semesta tidak statis. Dia mengatakan bahwa alam semesta ini bisa mengembung atau mengkerut menurut teori relativitas Einstain. Seorang ilmuwan lain, George Lemaitre, berdasarkan perhitungan Friedman, menyatakan bahwa alam semesta mempunyai permulaan dan bahwa ia mengembang sebagai akibat dari sesuatu yang telah memicunya.
Pada tahun 1929 astronom Amerika, Edwin Hubble, membuat penemuan penting yang menyatakan bahwa bintang-bintang tidak hanya menjauh dari bumi, namun bintang-bintang itu juga saling menjauhi satu sama lain. Satu-satunya kesimpulan yang bisa dibuat adalah bahwa segala sesuatunya saling menjauh dan bahwa alam semesta dengan konstan "mengembang."
Lalu, para ahli mulai mengadakan perhitungan mundur, dengan mengatakan bahwa pada suatu saat (pada zaman dahulu kala), alam semesta ini memadat menjadi satu, pada satu titik dengan massa nol. Keadaan inilah yang mereka sebut sebagai singularitas (black hole). Keadaan ini adalah keadaan di mana hukum-hukum fisika tidak berlaku. Entah karena dipicu oleh apa, kemudian terjadilah ledakan besar dan jadilah alam semesta ini, yang sekarang terus menerus mengembang.
Harus diakui bahwa pendapat ini sangat canggih, namun mengandung unsur bunuh diri logika yang sangat memalukan. Saya akan mengutip kembali argumen saya dalam Suara Reformasi edisi keempat yang lalu.
Pertama, Ravi Zacharias mengatakan bahwa titik tolak teori dentuman besar (big bang) yang timbul dari singularitas adalah tidak ilmiah. Teori itu tidak ilmiah karena singularitas adalah suatu keadaan di mana hukum-hukum fisika tidak berlaku. Jikalau mau ilmiah, bukankah hukum-hukum fisika harus berlaku? (baca Ravi Zacharias, Jesus Among Other Gods, Pionir Jaya, hal.96).
Saya mengemukakan cara lain untuk mematahkan teori ini, yakni mengungkapkan kontradiksinya. Saya mengutip kembali argumen saya dalam SR edisi keempat.
Jika singularitas adalah keadaan di mana hukum-hukum fisika tidak berlaku, maka dari mana asal ledakan besar tersebut? Bukankah ledakan itu mengasumsikan bahwa hukum-hukum fisika sedang bereaksi? Teori ini melanggar hukum non kontradiksi (non contradiction law).
Mengatakan bahwa terjadi ledakan besar (hukum-hukum fisika berlaku) yang berasal dari suatu keadaan yang disebut singularitas (hukum-hukum fisika tidak berlaku) adalah sama dengan mengatakan bahwa pada saat yang sama hukum-hukum fisika berlaku dan sekaligus tidak berlaku. Inilah kontradiksinya, (Muriwali Yanto Matalu, Cacat Teori Evolusi, SR edisi keempat).

Apakah Dunia Ini Ada Dengan Sendirinya?
Siapapun yang menolak keberadaan Tuhan yang menciptakan alam semesta, pasti menyatakan dua hal mengenai asal usul alam semesta ini.
Pertama, mereka yang mengatakan bahwa alam semesta ini bersifat kekal. Argumen untuk melawan teori ini sudah saya bahas di atas.
Kedua, mereka yang mengatakan bahwa dunia ini ada dengan sendirinya atau mengadakan dirinya sendiri (dengan cara big bang atau yang lainnya). Apakah dunia ini mengadakan ("menciptakan") dirinya sendiri? Ha.. ha.. ha.., lalu dari mana bahan dasarnya? Bukankah segala sesuatunya belum ada sebelum diciptakan? Dan lagi pula jika segala sesuatunya belum ada, siapakah yang mengadakannya? Mungkin pertanyaan-pertanyaan ini sulit dimengerti.
Agar lebih jelas, saya kembali menegakkan hukum non kontradiksi. Jika dunia ini mengadakan dirinya sendiri, maka kita harus menerima dua pernyataan, pertama, bahwa sebelum mengadakan dirinya sendiri, dunia ini belum berada. Kedua, sebelum dia mengadakan dirinya sendiri, maka dunia ini harus terlebih dahulu ada, karena kalau belum ada, siapakah yang beraktifitas untuk mengadakannya? Jadi antara dunia belum ada dan dunia sudah ada, terjadi pada saat yang sama. Inilah kontradiksinya.

Tuhan Adalah Pencipta
Sekarang kita akan menguji proposisi, "Tuhan Allah yang mahakuasa dan tidak terbatas menciptakan dunia yang terbatas." Pertama, jika Dia mahakuasa, adalah logis untuk menciptakan dunia ini dengan cara create out of nothing (menciptakan dari yang tidak ada). Karena jika Dia "tidak sanggup" melakukan hal ini, maka Dia tentu tidak mahakuasa. Tidak ada kontradiksi dalam proposisi ini.
Kedua, Tuhan Allah yang tidak terbatas adalah kekal (dalam konsep teologi Refromed kekekalan Allah merupakan bagian dari ketidakterbatasan-Nya). Karena Dia kekal maka Dia tidak diciptakan dan tidak mempunyai awal atau akhir. Allah yang kekal ini telah menciptakan dunia yang tidak kekal. Ini adalah proposisi yang logis, karena jika dunia ini diciptakan oleh Yang Kekal, maka istilah "diciptakan" menunjuk kepada sebuah awal.
Karena itu, yang kekal yakni Allah tidak tunduk kepada hukum perubahan dan hukum sebab akibat, tetapi dunia yang diciptakan tunduk kepada hukum perubahan dan hukum sebab akibat. Pernyataan ini juga tidak mengandung kontradiksi.
Walaupun orang-orang ateis menganggap pernyataan-pernyataan di atas adalah sebuah spekulasi yang belum tentu benar (bagi orang Kristen, ini bukan spekulasi, tetapi fakta yang Tuhan nyatakan dalam Alkitab), namun di dalamnya sama sekali tidak ada kontradiksi atau cacat secara logika.
Ngomong-ngomong, jika ada di antara pembaca yang mengemukakan argumen yang dapat mematahkan dengan cara yang meyakinkan argumen bahwa Tuhan yang mahakuasa dan tidak terbatas telah menciptakan alam semesta ini, silahkan kirimkan kepada kami, dijamin pasti dimuat pada edisi berikutnya.
Kejadian 1 : 1-8
1:1. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. 
1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. 
1:3. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi. 
1:4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap. 
1:5 Dan Allah menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama. 
1:6. Berfirmanlah Allah: "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air." 
1:7 Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. 
1:8 Lalu Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari kedua.